Jumat, 24 Juli 2009

Anti Terorisme yang gagal dan usang !



Anti Terorisme yang gagal dan usang !

Peristiwa bom kemarin jumat 17 juli 2009 di hotel Ritz Carlton dan JW Mariot Jakarta membuat saya merenung tentang terorisme. Amrozy sudah dieksekusi, teroris yang menyerang olimpiade Munich 1972 sudah lama dihabisi, tapi kenapa terorisme masih eksis di dunia juga di negeri ini? Bom ini mengoyak rasa aman dan kemanusiaan di dalam diri. Membawa kegelapan, menghilangkan optimisme di dalam mata dan menghapus senyum manisku. Membuat melongo dan terheran-heran apa yang sebenarnya terjadi. Ini cuma sekadar opini, gagasan dan pendapat pribadi yang mungkin perlu dikaji ulang atau didalami lagi.

Sebelumnya segenap crew redaksi Pipemagz mengucapkan turut berduka cita pada korban tragedy bom Jakarta 17 juli 2009 dimana para teroris melakukan serangan bunuh diri pada hotel JW Marriot dan Ritz Carlton yang menewaskan dan melukai beberapa orang tidak berdosa. Hal ini bukan hanya melukai para korban serangan bom tersebut, tapi juga melukai hati rakyat Indonesia dan kami sendiri. Kami mengutuk serangan tersebut dan mendukung langkah tegas aparat yang berwajib untuk memeberi rasa keadilan dan keamanan bagi masayarakat.

Sangat disayangkan akibat serangan teroris ini MU batal datang ke Indonesia. Akibat lainnya diperkirakan menyusul seperti penurunan investasi, kunjungan wisata dan jelas penurunan citra Indonesia di mata dunia. Kita semua berharap kalau terorisme bisa dilenyapkan dari muka bumi. Dunia dan kita sudah melakukan banyak hal untuk memerangi terorisme. Indonesia punya detasemen khusus 88 sebagai garis depan perlawanan terhadap terorisme. Amerika menyerang Afganistan berharap kekuatan terror Osama bil Laden lenyap dari muka bumi. Tapi kenapa terror masih saja terjadi?

Memang benar hampir setiap negara di dunia sudah melakukan banyak hal untuk memerangi terrorisme. Tapi menurut saya, apa yang telah dilakukan hanyalah sebuah tindakan reaktif berdasar pikiran sempit dan emosional. Perlawanan terhadap terorisme tidak dilakukan dengan objektif tapi subjektif. Selama ini teroris dilawan dengan peluru atau bom. Oleh karena itulah mereka juga membalasanya dengan bom. Lalu harus dilawan dengan apa?

Harus diakui kalau pemerintahan dunia kebanyakan tidak memberi ruang kepada teroris untuk berdebat secara terbuka untuk menyelesaikan permusuhan ini. Kita pasti pernah mendengar ungkapan “kita tidak akan berunding dengan teroris” ungkapan tersebut biasanya berasal dari orang/negara yang menjadi sasaran serangan terorisme. Alhasil terjadilah perburuan teroris dengan kekerasan seperti yang terjadi di Afghanistan dan Irak. Peluru dibalas peluru, bom dibalas bom, darah di balas darah.

Bayangkan pertarungan ide, gagasan, dan opini di atas meja perundingan. Hadirkan seluruh ahli agama, ulama, wakil-wakil negara-negara yang terlibat dalam perang melawan terorisme, dan juga tentunya para teroris yang terkait tindakan terorisme. Pertemuan semacam itu akan memunculkan suatu konsepesi mengenai kebenaran yang seharusnya dijalankan. Walau saya membayangkan akan ada penolakan bila hasil perundingan tersebut tidak memuaskan pihak-pihak tertentu, tapi dengan pertemuan semacam itu sebuah kebenaran akan terungakap. Tinggal apakah kebenaran itu mau dijalankan atau tidak.

Selama ini sering diadakan pertemuan lintas agama, lintas budaya, dan agama untuk membahas tenetang terorisme, tanpa melibatkan para teroris itu sendiri. Pertemuan semacam itu hanyalah pertemuan bodoh yang tidak menghasilkan kemajuan dalam perang melawan terorisme. Kita seharusnya berbesar hati untuk duduk satu meja dengan musuh kita mendengarkan para musuh menyampaikan gagasan-gagasannya dan memberi kita kritik dan saran ataupun sebaliknya. Dunia yang adil dan aman membutuhkan orang-orang yang mau menyingkirkan egonya dan siap menerima krirtik dan saran.

Terorisme sudah lama ada dan selama ini cara melawannya adalah dengan kekerasan. Dari dulu kekerasan tidak pernah berhasil memcahkan permasalahan terorisme. Kekerasan mengakibatkan terjadinya kebencian. Kebencian itulah yang menghasilkan terorisme. Kebencian itu dipupuk dan dibina dalam diri para teroris. Kebencian ini seharusnya mengalami penolakan di dalam diri para teroris, tapi para teroris mengabaikannya dan melakukan pembenaran dengan bantuan agama. Mereka mengingkari perasaan bersalah atas kebencian ini dengan menggunakan agama. Mereka berusaha menyelaraskan kebencian mereka dengan agama yang mereka anut. Mereka membuat agama seusai dengan keinginan mereka yaitu yang nyaman untuk kebencian mereka. Kebencian yang disembunyikan di balik agama.

Jadi bisa dilihat ada dua hal dalam diri seorang teroris yaitu agama dan kebencian. Sekarang lihat realita dunia ini. Hal-hal yang mengarahkan kebencian lebih banyak ada dibandingkan dengan hal-hal yang mengarahkan kepada agama. Isarel terus menghisap darah dan kehidupan warga Palestina, sementara negara-negara lain hanya acuh tak acuh dan hanya bisa mengutuki saja. Lihat juga Amerika yang menigkatkan jumlah pasukannya di Afghnistan, dsb. Bukankah hal ini lebih banyak membuat kebencian daripada dunia yang aman. Kalau bicara masalah agama, bukankah sekularisme turut menyebar dengan globalisasi.

Agama mengajarkan kebaikan. Tanyakan kepada para teroris, bolehkan membunuh wanita dan anak-anak?membunuh orang sipil yang tidak berdosa?menciptakan ketakutan?membunuh di tempat yang bukan medan perang? Tanyakan apakah agama mengajarkan hal tersebut? Saya yakin mereka akan sulit menjawabnya. Tanyakan kepada mereka kebencian atau agamakah yang mendsarkan mereka untuk melakukan aksinya?

Untuk menghancurkan terorisme kita harus menghancurkan kebencian dalam diri seoerang teroris. Kita bisa membunuh seorang teroris tapi kebencian itu bisa menyebar seperti virus ke tubuh orang lain. Jadi teroris bisa saja terus tumbuh seperti sel kanker. Kebencian itu boleh dihancurkan asalkan kebencian itu memang mengarah kepada hal-hal yang seharusnya dibenci.

Saatnya dunia berubah!Cara lama untuk menyelasaikan terorisme sudah usang dan gagal. Kalau ingin perang masih ada perang lain yang tidak kalah menantang. Masih ada perang melawan nafsu, melawan pemanasan global, perang melawan perusakan lingkungan dan perang-perang lain yang tidak membutuhkan darah yang bersimbah.

0 komentar:

Posting Komentar

 

PIPE MAGAZINE Design by Insight © 2009